Resi Susanti
Dakwah Al-Maw’izah Al-Hasanah Dan Bil
Lisan
TUGAS
MAKALAH
Dosen
Pengampu : Nurlila Kamsi, M.Pd
Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Mata Kuliah Hadits
Oleh
:
RESI SUSANTI (1725.0035)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM (STAI) BUMI SILAMPARILUBUKLINGGAU
2018
Kata Pengantar
A. Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah Swt atas segala rahmat,berkah,dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dakwah Al-Maw’izah Al-Hasanah’’
”.
Makalah ini
disusun guna memberikan pemahaman mengenai tentang kepemimpinan. Serta mengenai
landasan-landasan dari kurikulum. Makalah ini juga untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metode Dakwah.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sumbernya berupa artikel dan
tulisan telah penulis jadikan referensi guna penyusunan makalah ini, semoga
dapat terus berkarya guna menghasilkan tulisan-tulisan yang mengacu terwujudnya
generasi masa depan yang lebih baik. Penulis berharap, semoga informasi yang
ada dalam makalah ini dapat berguna bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna , banyak kekurangan dan
kesalahan. Penulis menerima kritik dan saran yang membantu guna penyempurnaan
makalah ini.
Lubuklinggau,
07 November 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………………i
A.
KATA
PENGANTAR……………………………………………………….ii
B.
DAFTAR
ISI………………………………………………………………...iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG……………….......................................................1
B.
RUMUSAN
MASALAH…………………………………………………….2
C.
TUJUAN……………………………………………………………………..2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
AL-MAW’IZAH AL-HASANAH…………………………4
a. Sumber
Metode Dakwah Maw’izah Hasanah…………………………..4
b. Sunnah
Rasul……………………………………………………………5
c. Sejarah
Hidup Para Sahabat Dan Fuqaha’………………………………6
d. Dasar
Dan Perinsip Penggunaan Metode Dakwah Maw’izah Hasanah.6
e. Bentuk-Bentuk
Metode Dakwah Maw’izah Hasanah………………….7
B. PENGERTIAN DAKWAH BIL LISAN
a. Bentuk-bentuk Dakwah Bil Lisan………………………………………11
b. Kelebihan dan Kekurangan Dakwah Bil Lisan………………………..13
BAB
III PENUTUP
A.
KESIMPULAN……………………………………………………………..15
B.
SARAN………………………………………………………………………15
PUSTAKA………………………………………………………………………….16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Al-maw’izah al-hasanah adalah sesuatu yang dapat masuk ke dalam
kalbu dengan penuh kelembutan, tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang
tidak harus dilarang: tidak menjelek-jelekkan atau membongkar kesalahan. Sebab,
kelemah lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras
dan menjinakkan kalbu yang liar. Seorang da’i selain memberi nasehat kepada
orang lain, juga kepada diri dan keluarga sendiri, bahkan harus lebih dahulu
menasehati diri dan keluarganya, baru orang lain. Nasehat itu harus pula di barengi
dengan contoh kongkrit dengan maksud untuk ditiru oleh umat yang di nasehati,
sebagaimana yang di laksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. seperti pelaksanaan
shalat dan sebagainya. Selain itu, di pahami pula bahwa dakwah yang di sampaikan
itu tidak hanya teori, tetapi juga praktek nyata yang di lakukan oleh da’i itu
sendiri. Dakwah bi lisan merupakan sebuah metode dakwah yakni metode dakwah
dengan mengunakan kerja nyata. Sebagai sebuah metode, dakwah dengan lisan al-
baal juga terikat pada perinsip-prinsip penggunaan metode dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
B. RUMUSAN
MASALAH
a. Apa
pengertian dari dakwah al-maw’izah al-hasanah?
b. Apa
saja yang termasuk al-muw’izah al-hasanah?
c. Bagaimana
penerapannya dalam kehidupan?
d. Apa
pengertian dari dakwah bil-lisan?
e. Apa
saja yang termasuk dakwah bil-lisan?
C. TUJUAN
a. Untuk
mengetahui apa dakwah al-maw’izah al-hasanah.
b. Menjelaskan
al-maw’izah dan macam-macam al-maw’izah.
c. Mengetahui
penerapan al-maw’izah al hasanah dalam berdakwah.
d. Untuk
mengetahui penerapan dakwah bil-lisan.
e. Menjelaskan
dakwah bil-lisan dan macam-macam bil-lisan.
BAB II
PEMBAHASAN
B. PENGERTIAN
AL-MAW’IZAH AL-HASANAH
Secara bahasa maw’izah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu
maw’izah dan hasanah kata maw’izah berasal dari kata
wa’adza-va’idzu-wa’dzan-idzatan yang berarti, nasihat bimbingan pendidikan dan
peringatan sementara hasanah merupakan ke balikan dari sayyi’ah yang artinya
kebaikan lawannya ke jelekan.[1]
Adapun
pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain:
a. menurut
imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi adalah sebagai berikut: Al-Maw’izah
Al-Hasanah’’adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka,bahwa
engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat ke pada mereka atau dengan
Al-Qu’ran.
b. Menurut
Abdul Hamid al-Bilali bahwa al-Maw’izah al-Hasanah merupakan salah satu manhaj
(metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasiahat
atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.
c. Menurut
Ali Mustafa Yaqub yang di kutip oleh Siti Muri’ah menyatakan bahwa maw’izah
hasanah adalah ucapan yang berisi nasihuat-nasihat yang baik di mana ia dapat
bermanfaat bagi orang yang mendengarnya atau argumen-argumen yang memuaskan
sehinga pihak audience dapat membenarkan apa yang di sampaikan oleh Subjek
dakwah.
Dari beberapa defenisi di atas, maw’izah hasanah tersebut dapat
di klasifikasikan dalam beberapa bentuk, nasiat atau petuah bimbingan,
pengajaran (pendidikan), kisah gembira dan peringantan (al-basyir wal-nadzil)
wasiat (kesan-kesan positif).[2]
Jadi kalau kita terlusuri kesimpulan mau idzah hasanah, akan
mengandung yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan kedalam
perasaan ke lembutan tidak membokar atau membeberkan kesalahan orang lain.
Lembutan dalam menasehati sering kali dapat meluluhkan hati yang keras dan
mejadikan kalbuh yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada
larangan dan ancaman.
1. Sumber
Metode Dakwah Maw’izah Hasanah
a. Al-Qur’an
Islam telah menempuh jalan yang paling
indah untuk sampai ke dalam jiwa manusia dengan cara petunjuk,dakwah ke pada
imaan dan hikmah dan ajaran yang baik hadits menjadi saksi. Di dalam Al-Qur’an
banyak sekali ayat yang membahas tentang masalah dakwah di antara ayat-ayat
tersebut ada yang berhubungan dengan kisah para rosul dalam menghadapi umatnya
semua ayat-ayat tersebut menunjukan metode yang harus di pahami dan di pelajari
oleh setiap muslim. Karena Allah tidak akan menceritakan melainkan agar di
jadikan suri tauladan dan dapat membantu dalam rangka menjalankan dakwah
merdasarkan metode-metode yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an, Allah
SWT.[3]
berfirman dalam surat Hud ayat:
120 yaitu sebagai berikut:
وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنۢبَآءِ ٱلرُّسُلِ مَا
نُثَبِّتُ بِهِۦ فُؤَادَكَ ۚ وَجَآءَكَ فِى هَٰذِهِ ٱلْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ
وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Dan semua kisah-kisah
dari rasul-rasul yang kami ceritakan dengannya dapat kamu teguhkan hatimu dan
dalam surat ini datang ke padamu ke benaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman.’’(Q.S. Hud: 120).
Sudah selayaknya jika Al-Qur’an
di jadikan sebagai pedoman dan sumber dakwah karena tujuan dakwah adalah
mengajak ke jalan yang sesuai dengan aturan-aturan Al-Qur’an.[4]
2.
Sunnah Rasul
Di dalam sunnah Rasul banyak kita
temui hadits-hadits yang berkaitan dengan dakwah begitu juga dalam sejarah
hidup dan perjuangannya dan cara-cara yang beliau pakai dalam menyiarkan
dakwahnya ke tika beliau berjuang di Mekkah maupun di Madinah. Semua ini memberikan
contoh dalam metode dakwahnya, karena setidaknya kondisi yang di hadapi
Rasullullah ke tika itu di alami juga oleh juruh dakwah sekarang ini. Setiap
Rasul mempunyai ciri khas tersendiri dalam berdakwah walaupun demikian ciri
tersebut dapat di sebutkan secara umum yang dapat di jadikan sebagai tauladan
oleh para da’i di masa sekarang. Di antara karakteristik dakwah para Rasul
tersebut adalah :
1. Menyamapikan
dengan bahasa setempat.
2. Bahasa
dakwah yang menjakau setiap kelas.
3. Menyodorkan
argumen dalam banyak cara.
4. Keseragaman
dan ke satuan tujuan.
5. Menghindari
dari kata-kata permusuhan.
3.
Sejarah Hidup Para Sahabat Dan
Fuqaha’
Dalam
sejarah hidup para sahabat dan para fuqaha cukuplah memberikan contoh baik yang
sangat berguna bagi juru dakwah karena mereka adalah orang yang expert dalam
bidang agama Muadz bin Jabal dan sahabat lainnya merupakan figur yang patut di
contoh bebagai ke rangkah acuan dalam mengembangkan misi dakwah.
4. Dasar
Dan Perinsip Penggunaan Metode Dakwah Maw’izah Hasanah
Pedoman
dasar atau prinsip penggumaan metode dakwah sudah termaktub dalam surat an-Nahl
ayat 125.
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:
‘’Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan mu, Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk’’.(Q.S.An-Nahl:120).
Sebelum mengemukakan
prinsip-prinsip penggunaan metode dakwah, ada hal-hal yang perlu di ingat dalam
penggunaan metode tersebut:
a.
Metode hanyalah suatu pelayan,
suatu jalan atau alat saja.
b.
Tidak ada metode yang seratus
persen baik.
c.
Metode yang paling sesuai
sekalipun belum menjamin hasil yang baik dan otomatis.
d.
Suatu metode yang sesuai bagi
seorang da’i belum tentu sesuai bagi da’i yang lain penerapan metode tidak
berlaku selamanya.
Sesunggunya dan di ayat di atas dapat
di tarik ke simpulan tentang pokok-pokok pandangan mengenai dasar atau prinsip
penggunaan metode dakwah yaitu sebagai berikut.
a. Dakwah
harus dilakukan dengan hikmah, dengan kata-kata yang baik serta argumentasi
yang baik.
b. Dakwah
harus di lakukan dengan maw’izah hasanah, dengan nasihat-nasihat yang baik.
c. Dakwah
juga dapat di lakukan dengan mujadalah (perdebatan dengan cara yang baik ).
Agar
metode dakwah yang di pilih dan di gunakan benar-benar fungsional maka perlu
juga di perhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penggunaan
suatu metode, yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan
dengan berbagai jenis dan fungsinya
b. Sasaran
dakwah (masyarakat atau individu) dari berbagai segi.
c. Situasi
dan kondisi yang beraneka ragam.
d. Media
atau fasilitas yang tersedia dengan berbagai macam kualitas dan kuantitasnya.
e. Ke
pribadian dan ke mampuan da’i.
5.
Bentuk-Bentuk Metode Dakwah
Maw’izah Hasanah
Seperti yang telah di uraikan di
atas bahwah maw’izah hasanah tersebut bisa di klasifikasikan dalam beberapa
bentuk sebagai berikut:
a. Nasihat
atau petuah
1) Pengertian
Nasihat
Kata nasihat berasal dari bahasa
Arab, dari kata kerja ‘’Nashaha’’yang berarti khalashan yaitu murni dan bersih
dari segala kotoran. Sebagaian ahli ilmu berkata nasihat adalah salah satu cara
dari al-maw’izah hasanah yang bertujuan mengingatkan bahwa perbuatan pasti ada
sangsi dan akibat. Al-Asfani memberikan pemahaman terhadap trem tersebut dengan
makna al-maw’izah hasanah merupakan tindakan mengingatkan seseorang dengan baik
dan lemah lembut agar dapat melunakkan hatinya. Secara termenologi nasihat
adalah merintah atau melarang menganjurkan yang di barengi dengan motivasi dan
ancaman. Pengertian nasihat dalam kamus besar bahasa Indonesia balai pustaka
adalah memberikan petunjuk ke pada jalan yang benar. Juga berarti mengatakan sesuatu
yang benar dengan cara melunakkan hati. Nasihat harus berkesan dalam jiwa atau
mengikat jiwa dengan ke imanan dan petunjuk.
2) Metode
Memberikan Nasihat
Syekh Muhammad Abduh, mengatakan
bahwa umat yang di hadapi seorang pendakwa secara garis besar membagi tiga
golongan yang masing-masing harus di hadapi dengan cara berbeda-beda pula. Adapun
ke tiga golangan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Ada golongan cerdik cendekiawan
yang cinta ke benaran dan dapat berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap
arti persoalan. Mereka harus di pangil atau di berinasihat dengan hikmah yaitu
degan alasan-alasan, dengan dalil dan hujjah yang dapat di terimah oleh ke
kuatan doa mereka.[5]
b.
Ada golongan awam,orang ke
banyakan yang belum dapat berpikir secara keritis dan mendalam, belum dapat
menangapi pengertian yang tinggi, mereka
ini di berinasihat dengan cara-cara;’’Maw’izah Hasanah’’ dengan anjuran dan
didikan yang baik dengan ajaran-ajaran yang mudah di pahami.
c.
Ada golongan yang tingkat ke cerdasannya
di antara kedua golongan tersebut, belum dapat dicapai dengan hikmah, akan
tetapi tidak sesuai juga bila di nasihati seperti golongan orang awam mereka
suka membahas sesuatu, tetapi tidak hanya dalam batas yang tertentu, tidak
sanggup mendalam benar. Mereka ini di seruh atau di nasihat dengan
cara’’Mujadalah billati hiya ahsan’’ yakni dengan cara bertukar pikiran, guna
mendorong supaya berpikir secara sehat satu dan lainnya dengan yang lebih baik.
Pokok
persoalan bagi seorang da’i dalam menyampaikan nasihat ialah bagaimana
menentukan cara yang yang tepat dan efektif dalam menghadapi suatu golongan
tertentu dalam suatu keadaan dan suasana yang tertentu. Ringkasannya, jika
seorang da’i menginginkan setiap nasihatnya dapat berkesan dan meresap ke dalam
hati pendengarannya, sebaiknya ada beberapa yang harus dilakukan, yaitu antara
lain :
a)
Melihat secara langsung atau bisa
juga mendengar dai pembicaraan orang tentang kemungkinan yang tengah
merajalela.
b)
Memprioriaskan kemungkinan mana
yang lebih besar bahayanya atau paling besar dampak negatifnya untuk dijadikan
bahan pembicaraan atau nasihat.
c)
Meganalisa setiap hal yang
membahayakan dari ke mungkinan yang ada. Apakah berrupa kerusakan moral,kemasyarakatan,
ke sehatan,atau harta benda.
d)
Menukil nash-nash Al-Qur’an dan
hadits shahih perkataan sahabat.
Dari
beberapa metode atau cara memberikan nasihat kita gunakan,maka tentunya kita
haraan rang yang mendengarkan nasihat kita berbuat amal shaleh yang bermanfaat
dan terkadang pula dalam memberikan nasihat dengan motifasi dan ancaman.
C. PENGERTIAN DAKWAH BIL LISAN
Dakwah di tinjau dari segi bahasa, berasal dari bahasa
Arab “da’wah”. Da’wah mempunyai tiga huruf asal, yaitu dal,
‘ain, dan wawu. Dari ketiga huruf asal inilah terbentuk
beberapa kata dengan ragam makna. Makna-makna tersebut adalah memanggil,
mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang,
mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi. Toto
Tasmara menambahkan secara etimologis kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang
berarti seruan, ajakan panggilan. Sedangkan orang yang melakukan seruan atau
ajakan tersebut dikenal dengan panggilan da’i.[6]
Dengan demikian, secara terminologis pengertian dakwah dan tabligh itu
merupakan suatu proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau
seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Secara
sederhana dakwah bil lisan adalah dakwah yang menggunakan
kata-kata ucapan untuk menyampaikan isi atau pesan dakwah. Sebagaimana lisan
yang berarti bahasa, atau ucapan. Sehingga dakwah bil lisan dapat
diartikan sebagai penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah atau
komunikasi antara da’i dan mad’u.Yang dimana dalam dakwah bi lisan ini sering digunakan
di masyarakat saat pengajian maupun saat peringatan hari-hari tertentu karena
menganggap metode ini cukup efisien untuk dilakukan. Dan dalam Q.S. An-Nahl
ayat 125:
اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ
أَعْلَمُ بِمَنْضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ.
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”
Secara tersirat juga menjelaskan metode
dakwah bil lisan. Yang diamana dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman
metode dakwah meliputi aspek, yaitu:
a. Al Hikmah
Al-hikmah dapat diartikan sebagai al‘adl (keadilan), al-baq(kebenaran),
al-hilm (katabahan), al-‘ilm (pengetahuan), dan an
Nubuwwah (kenabian). Menurut Prof. DR. Toha Yahya Umar, M.A.,
menyatakan bahwa hikmah berarti meletakakan sesuatu pada tempatnya dengan
berpikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman
dengan tidak bertentanagn dengan laranagan Tuhan (Hassanuddin, 1996:35). Sebagai
metode dakwah, al Hikamh di artiakn bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang
lapang, hati yang bersih, dan menarik pehatian orang kepada Agama Tuhan.
Dari segi etimologi lafazh mujadalah diambil dari kata
“jadala” yang bermakna memintal, melilit. Sedangkan dari segi terminologi
berarti upaya tukar pendapat yang
dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan
lahirnya permusuhan di antara keduanya. Dari pengertian di atas dapat di katakan
Al Mujadalah merupakan tukar pendapat
yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan
denagn tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan
memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.
1.
Bentuk-bentuk
Dakwah Bil Lisan
Dari
pengertian diatas yang mengartikan dakwah bil lisan adalah suatu kegiatan
dakwah yang dilakukan melalui lisan atau perkataan, maka kemudian dapat di bedakan
menjadi beberapa bentuk dakwah bil lisan, di antaranya yaitu:
a. Tabligh
Arti
dasar tabligh adalah menyampaikan. Dalam aktivitas dakwah tabligh berarti
menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain, yang biasanya lebih bersifat
pengenalan dasar tentang Islam. Seperti yang di sampaikan Amrullah Ahmad
(1993:49) menjelaskan, “Tabligh adalah usaha menyampaikan dan menyiarkan pesan
Islam yang dilakukan oleh individu maupun kelompok bak secara lian maupun tulis.
b. Khotbah
Kata khotbah berasal dari susunan tiga
huruf, yaitu kha’ ,tha’ ,ba’,yang dapat berarti pidato. Arti asal
khotbah adalah masalah yang penting. Dari pengertian tersebut kemudia dapat di katakan
khotbah merupakan pidato yang di sampaikan untuk menunjukkan ke pada pendengar
mengenai pentingnya suatu pembahasan. Khotbah
merupakan bagian dari kegiatan dakwah secara lisan, yang biasanya dilakukan
pada upacara-upacara agama seperti, khotbah Jumat dan khotbah hari-hari besar
Islam, yang masing-masing mempunyai corak, rukun, dan syarat masing-masing.
c. Ceramah
Metode ceramah ini dilakukan untuk menyampaikan
keterangan, petunjuk, pengertian, dan penjelasan tentang sesuatu kepada mad’usecara
lisan. Dalam metode ceramah ini informasi yang disampaikan biasanya dikemas
secara ringan, informatif, dan tidak mengundang perdebatan. Seorang da’i dalam
melakukan metode ini dituntut memiliki keahlian khusus seperti kemampuan dalam
beretorika,diskusi, dan faktor lain yang mampu menarik perhatian maupun
simpatik mad’u terhadap materi dakwah yang disampaikan. Seperti Alm. KH.
Abdurrahman Wahid, Aa Gym, KH. Zainuddin MZ, dan masih banyak lagi yang dalam
melakuka kegiatan dawahnya juga menggunakan metode ini.
d. Diskusi
Dakwah dengan
menggunakan metode diskusi ini dapat memberikan peluang ke pada peserta diskusi
atau mad’u untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap suatu
masalah atau materi dakwah yang disampaikan, yang kemudian akan menimbulkan
beberapa kemungkinan jawaban yang dapat di jadikan sebagi alternatif pilihan jawaban
yang lebih beragam. Karena dalam metode diskusi ini dimaksudkan sebagai suatu
kegiata pertukaran pikiran seperti gagasan maupun pendapat yang dilakukan oleh
beberapa orang yang membahas suatu permasalahan tertentu secara teratur dan
mempunyai tujuan untuk mencari kebenaran yang mendekati realitas yang ada.[7]
e. Retorika
Retorika
adalah seni dalam berbicara untuk mempengaruhi orang lain melalui pesan dakwah.
Yang dimana retorika ini merupakan keahlian khusus yang harus dimiliki
seorang da’i untuk mendukung kegiatan dakwah. Ke pandaian
seorang da’i dalam beretorika dapat dilihat saat dakwahnya secara
lisan melaui ciri khas bahasa, pemilihan kata-kata, dan keidahan kata yang di gunkannya
untuk menarik perhatian mad’u.
f. Propaganda
Metode propaganda atau Di’ayah adalah
suatu upaya untuk menyiarkan Islam dengan cara mempengaruhi dan membujuk massa secara massa dan persuasif. Dakwah dengan metode propaganda ini
dapat dilakukan melalui berbagai macam media, baik auditif, visual maupun audio
visual, yang dapat disalurkan melalui kegiatan pengajian akbar, pertunjukan
seni hiburan, dan sebagainya. Dakwah denagn metode ini akan mudah mempengarui
seseorang secara persuasif, massa, flekibel, cepat, dan retorik.
g. Tanya Jawab
Dalam metode
tanya jawab ini biasanya dilakukan bersamaan dengan metode lainya seperti
metode ceramah maupun diskusi. Metode tanya jawab merupakan metode yang
dilakukan dengan menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sejauh mana pemikiran
seseorang yang dalam hal ini yaitu mad’u dalam memahami atau
menguasai materi dakwah, dan dimkasudkan dengan begitu dapat merangsang
perhatian dari mad’u.
2.
Kelebihan dan
Kekurangan Dakwah Bil Lisan
Kemudian agar
lebih efektis dalam kegiatan dakwah metode ceramah ini, perlu diketahui dan
dipahami serta dipelajari tentang karakteristik metode ceramah itu sendiri,
baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya. Berikut ini adalah beberapa
kelebihan dan kelemahan dalam metode bil lisan.
a) Kelebihan Dakwah Bil Lisan (Ceramah)
Dakwah bil lisan (ceramah)
memiliki beberapa keistimewaan atau kelebihan, antara lain:
a. Memungkinkan da’i menggunakan
pengalaman, keistimewaan dan ke bijaksanaannya sehingga mad’u mudah
tertarik dan menerima ajarannya.
b. Da’i lebih mudah
menguasai seluruh mad’unya.
c. Bila diberikan dengan baik, dapat menstimulir mad’u untuk
mempelajari materi atau isi kandungan yang telah disampaikan.
d. Biasanya dapat meningkatkan derajat atau status dan
popularitas da’i.
b) Kekurangan Dakwah Bil Lisan (Cermah)
Selain memiliki beberapa kelebihan, metode
ini juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya:
a. Da’i sukar
mengetahui pemahaman mad’u terhadap pesan dakwah yang
disampaikan.
b. Metode ceramah lebih sering bersifat komunikasi satu arah
(one-way communication channel).
c. Sukar menjajaki pola berpikir mad’u dan
pusat pehatiannya.
d. Da’i cenderung
bersifat otoriter.
e. Apabila da’i tidak dapat menguasai
keadaan dan kondisi saat ceramah, biasanya ceramah akan sedikit membosankan.
Namun bila terlalu berlebihan teknis dakwah, di khawatirkan inti dan isi
ceramah menjadi kabur dan dangkal.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Maw’izah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu maw’izah dan
hasanah kata maw’izah berasal dari kata wa’adza-va’idzu-wa’dzan-idzatan yang
berarti, nasihat bimbingan pendidikan dan peringatan sementara hasanah
merupakan ke balikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya ke jelekan. Dakwah ditinjau dari segi bahasa, berasal dari bahasa
Arab “da’wah”. Da’wah mempunyai tiga huruf asal, yaitu dal,
‘ain, dan wawu. Dari ketiga huruf asal inilah terbentuk
beberapa kata dengan ragam makna. Makna-makna tersebut adalah memanggil,
mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang,
mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi.
B. SARAN
Setelah membaca makalah karya
tulis ilmiah ini di harapan para pembaca agar dapat memahami dan menerapkan
dalam ke hidupan sebagi mempelajari tentang maw’izah hasanah dan bil lisan yang
baik dengan ini kami menya dari bahwa makalah kami masih jauh dari kata
sempurna maka dari itu kami mohon saran dan keritik agar ke depannya makalah
kami bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Tata Sukarya, Ilmu Dakwah Perpasif Filsafat Mabadi’Asyarah, (Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2015).
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Media Pratama).
M. Hasan Saqri, Al-Qur’an Terjemah (Jakarta: Riels Grafika
2009).
Muhammad Abduh, Retorika Dalam Dakwah (Cigugur: Makalah,
tt).
M. Quraish Shihab, Metode Dakwah al-Qur’an dalam Membumikan
Al-Qur’an (Bandung: Mizan,1992).
[1]Tata Sukarya, Ilmu
Dakwah Perpasif Filsafat Mabadi’Asyarah, (Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2015) hlm. 32
[2]Toto Tasmara, Komunikasi
Dakwah, (Jakarta: Media Pratama), hlm. 35
[3]M. Hasan Saqri,
Al-Qur’an Terjemah (Jakarta: Riels Grafika 2009), hlm. 235
[4]Muhammad Abduh,
Retorika Dalam Dakwah (Cigugur: Makalah, tt), hlm.194
[5]M. Quraish
Shihab, Metode Dakwah al-Qur’an dalam Membumikan Al-Qur’an (Bandung:
Mizan,1992), hlm. 203
[6]M. Munir, Metode
Dakwah, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: Bulan bintang 1995), hlm. 11
[7]Mashuri Kepribadian
Shahibudda’wah (Cigugur: Lentera
Hati ,2000), hlm. 58
Komentar
Posting Komentar